- Tidak melanggar peraturan pemerintah
- Bersikap jujur terhadap produk yang ditawarkan
- Tidak merugikan konsumen ataupun pesaing
- Bersaing secara sehat
- Mempunyai izin usaha
Selasa, 22 Oktober 2013
Bisnis yang beretika
Menurut pendapat saya ciri bisnis yang beretika yaitu :
Contoh kasus dalam bisnis yang kurang beretika
Contoh Kasus
2 Etika Bisnis mie instan :
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan
tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam
mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar.
Dalam
persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh
keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar
peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan
produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah
serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus mie
instan yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam mie instan adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut
biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat
(08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk mie
instan dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga
untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari mie instan.
Kasus mie
instan kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera
memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan
masalah terkait produk mie instan itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,”
kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus
mie instan ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih
dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk mie instan.
A
Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung di dalam mie instan yaitu methyl parahydroxybenzoate dan
benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak
cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama
nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini
dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua
BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus mie instan ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar mie
instan mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasan mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam mie instan masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi
bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg
per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan
lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut
Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk mie instan sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec. Produk mie instan yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara
berbeda maka timbulah kasus mie instan ini.
Analisis :
Menurut
pendapat saya pemilik perusahaan mie instan ini harus mengetahui dan cermat dalam
memproduksi mie dengan melihat komposisi kandungan zat-zat yang ada dalam
produk indomie tersebut. Agar tidak menimbulkan masalah kesehatan dan
keselamatan khususnya penyakit kanker bagi konsumen yang mengkonsumsinya.
Tidak
hanya untuk produk eksport saja, tetapi produk indomie yang beredar didalam negeri
harus diuji terlebih dahulu komposisi kandungan zat-zat yang bernilai positif
maupun bernilai negatif bagi konsumen. Apabila produk indomie yang dipasarkan
di dalam negeri sudah baik dan layak dikonsumsi oleh konsumen barulah produk
tersebut di pasarkan ke luar negeri.
Sumber:
Contoh kasus dalam bisnis yang kurang beretika
Contoh Kasus
2 Etika Bisnis mie instan :
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan
tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam
mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar.
Dalam
persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh
keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar
peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan
produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah
serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus mie
instan yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam mie instan adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut
biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat
(08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk mie
instan dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga
untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari mie instan.
Kasus mie
instan kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera
memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan
masalah terkait produk mie instan itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,”
kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus
mie instan ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih
dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk mie instan.
A
Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung di dalam mie instan yaitu methyl parahydroxybenzoate dan
benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak
cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama
nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini
dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua
BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus mie instan ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar mie
instan mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasan mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam mie instan masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi
bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg
per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan
lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut
Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk mie instan sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec. Produk mie instan yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara
berbeda maka timbulah kasus mie instan ini.
Analisis :
Menurut
pendapat saya pemilik perusahaan mie instan ini harus mengetahui dan cermat dalam
memproduksi mie dengan melihat komposisi kandungan zat-zat yang ada dalam
produk indomie tersebut. Agar tidak menimbulkan masalah kesehatan dan
keselamatan khususnya penyakit kanker bagi konsumen yang mengkonsumsinya.
Tidak
hanya untuk produk eksport saja, tetapi produk indomie yang beredar didalam negeri
harus diuji terlebih dahulu komposisi kandungan zat-zat yang bernilai positif
maupun bernilai negatif bagi konsumen. Apabila produk indomie yang dipasarkan
di dalam negeri sudah baik dan layak dikonsumsi oleh konsumen barulah produk
tersebut di pasarkan ke luar negeri.
Sumber:
Contoh kasus dalam bisnis yang kurang beretika
Contoh kasus 1 etika bisnis parsel:
Dalam dunia bisnis kita menemukan banyak jenis-jenis usaha yang menyangkut
produk, salah satunya yaitu bisnis Parsel. Parsel pun memiliki banyak macamnya
salah satunya Parsel yang berisi produk-produk makanan. Pada hari raya bisnis
Parsel pun menjamur dimana-mana karena Parsel dijadikan hadiah untuk diberikan
kepada orang-orang terdekat kita. Penulis mengambil contoh kasus dalam bisnis
yang kurang beretika terjadi pada bisnis Parsel yang berisi produk-produk
makanan. Ada saja pebisnis yang memberikan produk-produk makanan yang sudah
kadaluarsa atau yang sudah tidak layak untuk dimakan karena sangat merugikan
dan membahayakan konsumen yang membeli parsel sudah jadi. Hal ini dirasa sangat
kurang beretika karena merugikan dan membahayakan konsumen.
Analisis :
Menurut
saya, usaha seperti ini sangat merugikan konsumen yang membeli dan mengkonsumsi
parsel tersebut, karena dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan. Selain
itu perusahaan sangat buruk dalam beretika bisnis parsel terhadap konsumen
karena telah melakukan hal yang curang atau tidak jujur terhadap produk yang
ditawarkan. Seharusnya pelaku bisnis harus jujur dan beretika baik kepada
konsumen serta tidak mengulangi perbuatan seperti ini dikemudian hari. Supaya
konsumen merasa puas dan tidak menjadi korban atas kecurangan yang telah
dilakukan pelaku bisnis.
Sumber :
Rabu, 02 Oktober 2013
Analisis kasus
Contoh Kasus Pelanggaran Etika
Bisnis oleh PT.Megasari Makmur
Perjalanan
obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang
terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga
memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum
ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang
murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor
produknya ke luar Indonesia.
Obat
anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik
dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi
Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan
pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah,
gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker
hati dan kanker lambung.
HIT
yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat
berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat
turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia).
Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis
semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum
Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta
Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga
yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup
udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Penyelesaian Masalah yang dilakukan
PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah
Pihak
produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang
telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol
Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya.
HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada
tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT
Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI.
2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen
Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan
penjualannya di seluruh Indonesia.
Undang-undang
Jika
dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu
:
Pasal
4, hak konsumen adalah :
Ayat
1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa”.
Ayat
3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”.
PT
Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya
zat-zat berbahaya di dalam produk mereka.Akibatnya, kesehatan konsumen
dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
Pasal
7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat
2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan”
PT
Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka, dimana
seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan
selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
Pasal
8
Ayat
1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat
4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran”
PT
Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak
memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya,
produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban
dari produknya.
Pasal
19 :
Ayat
1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat
2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat
3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi”
Menurut
pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena
telah merugikan para konsumen.
Tanggapan :
PT.
Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan
memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada
konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa
meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik
produknya, namun permintaan maaf itu tidak di lakukan secara sungguh – sungguh
karena produk tersebut masih ada dipasaran.
Pelanggaran
Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip
Kejujuran dimana perusahaan besarpun berani untuk mengambil tindakan kecurangan
untuk menekan biaya produksi produk. Perusahaan hanya untuk mendapatkan laba
yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan
konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya. Perusahaan
tidak memberikan peringatan kepada konsumen mengenai kandungan yang ada pada
produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan keselamatan. Selain itu
perusahaan juga tidak memberitahukan cara penggunaan dari produk tersebut yaitu
setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit
terlebih dahulu kemudian ruangan tersebut baru digunakan.
Dari
kasus ini terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan
kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan
laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek
kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya .
dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga
padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap
oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung.
Berbagai
cara untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak
merugikan pihak mana pun. Seharusnya perusahaan harus lebih mementingkan
keselamatan dan kesehatan konsumen karena bagaimanapun juga konsumen merupakan
faktor penting dalam pemasaran produk. Apabila perusahaan melakukan perilaku
jujur tentang produknya kepada konsumen maka perusahaan akan mendapatkan
keuntungan dan konsumen akan melakukan pembelian ulang.
Langganan:
Postingan (Atom)